Sabtu, 14 Februari 2009

Sajak


KAKI DRUPADI
/1/
sudah kali keberapa kau haturkan om swastiastu namun ia tetap tak menggubris
apa mungkin ia benci pandawa hingga tak tahu harus memilih siapa
setiap waktu ia harus melayaninya, satu-persatu
atau mungkin tak ada cengkraman dalam dada yang menyesakkan
memang, dalam ruangannya terdapat sekat-sekat yang kau tak memiliki
bisa jadi, ia dicipta oleh dewa, sebagai penjajah, bagi pandawa

selendang merahnya selalu menutup wajahmu
gelang-gelangnya menjelma kalung: penjerat leher
apalagi, kakinya sebagai akar—elan vitalis—kehidupanmu
dan kau tak sanggup untuk itu…

sekarang, krishna tak berdaya
kewalahan dalam bergaya
hentakan kakinya mengguncangkan
semua ikut bergoyang
bahkan ia mempertaruhkan tubuhnya
walau berat tapi terasa ringan
dan siapapun jua akan mudah menikmati
tapi esok akan mati sunyi
sampai kau-ia menggapai kasunyatan…

/2/
setiap kali kau mengekorinya sabdamu membungbungkan pada altar dewa dan ini sudah cukup lama kau menjalani hingga cabang bayi di kandunganmu sering bertaruh untuk maut. entahlah tak habis pikir!
pula, kaki-kakimu selalu menghentakkan tanah seraya mengiring alunan tabla ria.

/3/
tak perlu engkau dengar apa yang mereka ujar
biar semua nanar dengan rupa damar
dan jangan satupun boleh berujar:
engkau piawai meritmekan senandung kelambu
sebab kau terlahir untuk kita
bukan untuk siapa-siapa…
kau drupadi masa kini
paras cerlang
rambut menyibak
tangan menggerayang
kaki menginjak

selamat, engkau drupadi…
yang menjadi saksi dan bertaruh demi pandawa