Selasa, 09 November 2010

Esai



M E L I S S A*
(Sel-Sel Feminisme pada Gadis Kecil)
Oleh: Adi Winarto
Melissa senang berkaca pada cermin. Suka melihat seksi tubuhnya. Bersih dan mulus seperti embun terpatri matahari. “Aku suka dengan tubuhku. Milik siapa tubuhku ini,” gumamnya. Pertanyaan-pertanyaan itu menindih benaknya. Dan Mellisa mengidamkan seorang pria yang menyintai tubuhnya. Menyayangi tubuh Mellisa yang sintal dan mulus. Saking sintal dan mulusnya, bisa-bisa benda yang tertempel akan tergelincir dan jatuh ke tanah. Lalu tibalah musim panas. Melissa menemukan lelaki yang membimbingnya ke dunia abu-abu. Dunia yang membuat seorang dewasa dipenuhi (m)impi. Dunia penuh tipu muslihat. Melissa bertemu Daniele. Cowok idamannya. Ia mengajak Melissa pada dunia abu-abu. Dunia yang selalu ini diimpikan oleh Melissa. (Bahkan dunia yang diimpikan oleh banyak kalangan saat remaja-dewasa). Daniele pemandu Melissa untuk mengarungi dunia abu-abu itu. Tetapi, setelah Daniele memandunya Melissa baru tahu realitas dunia abu-abu itu. Melissa sadar. Dunia abu-abu itu membingungkan. Sebab abu-abu tercipta dari campuran warna hitam dan putih. Ganjil. Tapi esensial. Semuanya itu bermula dari sikap Daniele. Di sela-sela mereka menjejaki dunianya, Danielle sempat berucap padanya; “kamu idiot dan dungu.” Ia diangggap gadis kecil. Belum cukup umur untuk menjejaki dunia abu-abu. Naif. Ia masih berumur 15 tahun. Ada sesuatu yang menggodam hatinya. Amat sakit. Sesuatu telah menyorek hatinya; sembilu. Bahkan Melissa dibutakan oleh warna abu-abu. Hingga Melissa harus berani dan nekad masuk dunia abu-abu. Bersenggama dengan siapa saja. Terpenting, ia bisa menyabet terminologi ‘dewasa’ dari mulut pria. Malahan Melissa sering menulis dalam diary-nya: ‘mulutku adalah hidupku.’