Angsa Putih*
Oleh; Adi Winarto
Malam tiba. Denting jarum jam dinding terasa mengetuk telingaku seperti langkah Sumarni saat mengendap-endap, menyusuri pinggir rumah, unuk mengetok jendela rumah sebagai isyarat bahwa malam adalah taman firdaus bagi sepasang kekasih. Saat itu, denting jarum jam masih mengiringi detak jantungku: yang kesepian menunggu Sumarni.
Malam bagai rambut Sumarni—yang legam, yang teruarai dengan indahnya. Gurat-gurat cahaya rembulan kian melamat wajah anggun Sumarni dalam benak. Yang menerobos rerimbunan rambut kepala hingga kantong putih kecil; deg-deg-deg-deg… Ada sesuatu aneh menyusup tubuh. Gemetar. “Di manakah engkau Sumarni malam ini…? Aku menginginkanmu…?” Suara kecil hatiku.