Ajaran Yesus Tentang Puasa*)
"Jangan membanggakan diri karena berpuasa," sabda Yesus—di tengah-tengah pengikutnya orang-orang Farisi—saat memberikan petunjuk untuk alasan utama tentang puasa, seperti dikutip dalam Alkitab, "Jika Anda pergi (keluar) tanpa makan, jangan tampakkan murung seperti itu. Saya yakin Anda sudah memiliki pahala". Pada waktu itu orang-orang Farisi yang berpuasa pada hari Senin dan Kamis, yang merupakan hari (pasaran) sibuk dengan segala aktifitas, supaya puasanya dapat dilihat oleh orang. Puasa yang dilakukan oleh banyak agama dan telah menjadi tradisi untuk berbagai etnis di seluruh dunia. Ajaran puasa juga banyak dilakukan oleh orang Kristen sekarangpun. Sebagai nilai-nilai (esensi) yang pada dasarnya adalah bersifat universal, karena itu ajaran tersebut memunyai titik kesamaan dengan apa yang diajarkan Nabi Muhammad tentang puasa di bulan suci Ramadan. Islam mengakui Yesus sebagai nabi, kami juga dapat belajar dari agama lain pada substansi puasa. Yesus berkata, "Tetapi, sisirlah rambut Anda dan mencuci muka. Kemudian orang lain tidak akan tahu bahwa Anda akan pergi tanpa makan. Tetapi Bapamu melihat apa yang dilakukannya dan dia akan memberikan penghargaan kepada Anda." Di sisi lain, Nabi Muhammad berkata, "Setiap kebaikan adalah imbalan yang sama dengan kebaikan 10 hingga 700 kali lebih banyak, kecuali puasa. Puasa adalah untuk SAYA dan SAYA akan memberikan pahala." Secara alamiah, dua agama yang berbeda, juga konsepnya dan cara-cara puasanya. Luarnya berbeda, yang paling penting adalah bagaimana untuk merenungkan puasa untuk mampu mempengaruhi karakter kepribadian serta transformasi mental dan spiritual. Pelajaran apa yang bisa kita mengambil dari puasa? Ini adalah sebuah pertanyaan untuk dijawab oleh orang-orang yang beriman, apapun iman mereka. Saat melakukan tugas mereka selama puasa Ramadhan, umat Islam harus menetapkan target demi menggapai akhir bulan Ramadhan. Seharusnya tujuannya tidak hanya menyelesaikan (mengkhatamkan) pembacaan Al Qur'an, berikut nilai dari doa malam atau melakukan i'tikaf (berdiam diri berdoa di dalam masjid) untuk beberapa hari. Dan tidak seharusnya mereka hanya menahan lapar dan haus sepanjang hari. Sasaran utama umat Islam adalah harus bertujuan untuk mencapai kesadaran yang tinggi bahwa manusia tidak bukan dinilai dari fisiknya, tetapi yang lain--lebih penting--yakni dimensi rohani. Oleh karena itu, puasa mengajarkan kita bagaimana untuk mencapai keseimbangan antara aspek fisik dan rohani. Pada hari setelah kiamat, ia mengajarkan kita bagaimana untuk tetap mandiri dan sadar bahwa setiap individu harus bertanggung jawab atas apa yang mereka lakukan (dan yang dikerjakannya)secara pribadi. Misalnya, pembuat undang-undang yang baru terpilih harus tahu cara untuk melakukan tugas-nya sebagai wakil rakyat benar. Banyak para pejabat yang terpilih malah korup, termasuk selama Ramadhan. Polisi yang seharusnya bertanggung jawab atas perlindungan dan keamanan dari semua warganya, bukannya membuat objek pemerasan. Jadi, pelaksanaan puasanya menjadi sia-sia ketika dia memeras uang selama bulan Ramadan. Hal yang sama juga berlaku untuk setiap anggota masyarakat, yang harus menyadari bahwa penciptaan perdamaian dan kesejahteraan masyarakat tidak akan terlaksana tanpa partisipasi mereka. Ironisnya, adalah kenyataan bahwa bulan puasa digunakan sebagai alasan untuk melakukan korupsi, apa dengan banyak permintaan sumbangan pada akhir bulan untuk keperluan merayakan Idul Fitri. Hal ini tentu bertentangan dengan tujuan dari puasa. Ini bukan tugas mudah dan cepat untuk efek perubahan mentalitas. Bulan puasa mungkin tidak menjamin perubahan dalam kebiasaan buruk. Semuanya tergantung pada ketentuan masing-masing, yang berarti bahwa puasa dapat menjadi sia-sia jika tujuan yang sebenarnya tidak dipahami. Berdasarkan petunjuk dan ajaran agama, puasa dapat digunakan sebagai metode transformasi. Pada penutupan di bulan puasa, kita harus mempertahankan target perubahan. Jika kami tidak mampu untuk melakukan transformasi yang besar, kita dapat memulainya dengan perbaikan kecil seperti menghindari pelanggaran lalu lintas, membuang sampah di tempat yang benar, yang lebih disiplin atau menghormati hak orang lain. Dalam situasi seperti ini, umat Islam mungkin sudah milik golongan yang dijelaskan oleh Nabi Muhammad, "Sehingga banyak orang yang berpuasa tetapi mereka tidak aman dari itu, kecuali hanya lapar dan haus." Kondisi ini tidak jauh berbeda dari kritik Yesus untuk orang Farisi. *)Disadur dari Koran Bhs. Inggris “The Jakarta Post” (08/21/2009) yang ditulis Mohammad Yazid (salah satu redaktur The Jakarta Post's) dan diterjemahkan oleh siempunya blog.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar