Menikah Itu Dosa
Satu malam hening serta bisikan angin dingin, teman-teman akrab saya bertutur kisah tentang pernikahannya. Katanya, menikah itu pahala, anugerah, dsb. Tak pelak dari mereka menunjukkan suatu raut yang amat bahagia bahkan bangga, bahwa menikah adalah proses pen-dewasa-an diri terhadap lingkungan. Pula, sebaliknya bagi orang yang belum menikah terklasifikasi sebagai “bocah” {batokne pecah (falsafah jawa): pikirannya pecah}.
Berbicara
bocah tentu akan menuai bias makna. Kata bocah dianggapnya masih kanak.
Di mana pada fase tersebut ia masih belum menemukan jati-dirinya,
eksistensialisme. Ia hanya suka bereksplorasi bahkan mengeksploitasi
atas diri dan tubuhnya. Ia berani coba-coba terhadap sesuatu yang bahaya
pada dirinya karena ia masih belum berpikir jernih. Maka dari itu, di
fase tersebut peran orang-tua sangat berarti dalam kehidupannya, sebagai
stimulasi atas diri dan kehidupannya.
Namun
ada suatu hal yang perlu diingat bahwa menikah ataupun tidak adalah
pilihan tiap individu. Jadi menikah bukan jalan satu-satunya untuk
mencapai kebahagian maupun kedewasaan melainkan sebatas asumsi normatif.
Hal ini terkait dengan faktor sejarah manusia. Apalagi jejak sejarah
tragedi sodom-gomora menjadi momok bagi umumnya hingga masa kini.
Tragedi itu seakan membawa manusia ke jurang kehancuran. Dan
naif—rasanya—jika di antara kita yang masih belum menikah, secara diktum
konvensional.
Memang
pernikahan itu adalah salah satu jalan untuk meneruskan sejarah
manusia. Tak pelak prosesi pernikahan selalu bersifat sakral bagi
halayak. Mulai dari proses ta’aruf (tunangan) hingga ‘akdatun nikah (akad
pernikahan). Tapi ada yang terlupa bahwa pernikahan itu bukan
semata-mata untuk menggapai pahala (religiusitas), bahagia bahkan
pen-dewasa-an (status sosial). Melainkan sebagai jalur eksistensial atas
diri dan lingkungan. Perihal ini bersifat kondisional dan tak
dipungkiri hanya teorisasi sosial peradaban manusia. Idealnya, status
sosial manusia dinilai dari status ber-keluarga. Siapapun anda dan
apapun jabatan anda halayak akan tetap menafikkan eksistensi anda,
apabila anda masih belum nikah. Maka dari itu me-nikah itu pahala tapi
dosa besar bagi pasangan yang tak membahagiakannya.***
http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2012/05/27/menikah-itu-dosa/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar