Selasa, 12 April 2011

Esai

GENERASI PORNOGRAFI

Sumber Foto berasal dari Yek Timor Sunandar (Jember, 26/02/2011)

Oleh: Adi Winarto


Cukup mengenyak dengan berita bocah SD menghamili gadis umur 15 tahun tetangganya sendiri, serta tukang kebun, dengan akal bulusnya, membujuk anak SD untuk bersenggama (Radar Lumajang,09/02). Adalah gadis (baca: feminis) selalu menjadi korban/tumbal hingga kasuistik ini sering muncul di pelbagai media massa. Ada apa dengan semua ini? Mengapa kaum feminis selalu menjadi tumbal nafsu kaum maskulin? Apa mungkin ini ‘dosa awal’ manusia seperti yang diasumsikan Naomi Wolf dalam karyanya yang fenomenal; Mitos Kecantikan? Atau (jangan-jangan) kaum feminis sengaja tercipta untuk memantik nafsu liar kaum maskulin?
Lepas dari itu semua, Bunda hawa tercipta sebagai pasangan Adam dalam mengarungi kompleksitas bumi, sebagai stabilitator peradaban manusia di muka bumi. Diakui atau tidak, tanpa Hawa peradaban manusia di muka bumi takkan menorehkan sejarah emas bagi para penerusnya. Meskipun roda peradaban manusia sering menumbalkan keturunan hawa (baca: feminis) ke jurang inferior. Yang mana, wanita selalu menjadi objek dari subjek sosial itu sendiri. Dalam arti, kaum feminis merupakan alat reproduktif manusia (melanggengkan sejarah)  namun kerap kali menjadi tumbal kebiadaban kaum maskulin atas nafsu seksnya.



Perkosaan atau pun pelecehan seksual sering kali menimpa kaum  feminis tanpa pandang bulu; entah masih belia maupun dewasa. Rasanya, kaum feminis sering menjadi sajen dunia. Selalu menjadi tumbal keganasan manusia. Mulai dari abad ke abad, kaum hawa menjadi sasaran sosial. Sadar atau tidak, kasus pemerkosaan maupun pelecehan seksual terus meningkat. Seperti yang diberitakan radio Suara Surabaya (http://www.suarasurabaya.net) menyebutkan kekerasan terhadap perempuan di Jawa Timur tahun ini masih didominasi pemerkosaan yang dialami oleh 237 korban. Dari data kuantitas kekerasan terhadap perempuan yang dikeluarkan Samitra Abhaya Kelompok Perempuan Pro-Demokrasi (SA-KPPD) pada periode 25 Nopember 2009 sampai 24 Nopember 2010, jumlah kasus yang tercatat dari publikasi media massa ada 478 kasus dengan jumlah korban sebesar 552 orang. Jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan di Jatim tahun ini tidak berbeda jauh dengan tahun lalu, 479 kasus. Lantas, yang menjadi problema besar kita bersama: mengapa pemerkosaan maupun pelecehan seksual terus meningkat di negeri ini? Apa mungkin pedang akidah agama sudah gempil hingga tak sanggup memenggal nafsu liar bagi pelaku asusila (orang beragama)? Atau modernisme telah membuat manusia asusila (baca: pemerkosa)?

Jikalau ditelisik, agama dan modernisme merupakan anasir dalam struktural sosial yang sangat erat. Sulit terpisahkan. Seandainya terpisah, adalah ketimpangan menimpa struktural sosial. Terbukti, pelaku pemerkosa masih mendapatkan tindak pidana yang cukup ringan. Di samping itu hukum adat tidak terlalu berat dalam menjustifikasinya, disefektif, seperti yang terjadi dewasa ini. Padahal para penderita anoxeria, akibat pemerkosaan dan sadomasokisme, mengalami personality disorder bahkan trauma. Dan hal ini sangat sulit untuk ditanggulangi.

Selanjutnya, peran agama(wan) masih belum fokus dalam merekontruksi moralitas, sedangkan modernisme telah lama melakukan lompatan-lompatan yang cukup jauh dalam berpretensi wacana dan wawasan terhadap manusia dalam membangun stigma maupun representasi zona modernitas. Sehingga masyarakat timur (khususnya rakyat negeri ini) mudah diperdaya oleh produk-produk barat melalui media. Di mana film-film porno, gambar-gambar syur, cerita-cerita seks, mudah didapatkan di mana saja. Maka dari itu, problema tersebut mungkin hanya bisa ditanggulangi dengan edukasi yang efektif. Yakni perlu adanya semacam pengetahuan tentang seksologi; yang berkaitan dengan seksualitas, mulai pendidikan tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Jika perlu, pentingnya sebuah kurikulum yang memberikan interpretasi seksualitas, yang seyogianya digelontorkan oleh pemerintah, dalam mewacanakan peran (karakter) dan fungsi seks yang lazim; sehat dan beradab sehingga meminimal angka perkosaan dan pelecehan seksual. Jika tidak, maka banyak gadis akan melewati masa remaja yang tak terlindungi oleh integritas esensi seksual dari rasa sakit tak bersalah, bahkan generasi pornografi akan terus merajalela melampiaskan nafsunya. Naudzubillah
Posted at Radar Jember (Jawa Pos Group)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar